Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi (Solo)
Betapa
sedihnya Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi. Pemuda berusia 22 tahun itu
ditinggal wafat ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al- Habsyi, Sohibul
Simtud Duror, pada tahun 13331 H / 1913 M. kota Seiyun, Hadramaut,
yaman, itu terasa asing bagi ayah satu anak ini, Habib Alwi adalah anak
bungsu, paling disayang Habib Ali. Begitu juga, Habib Alwi pun begitu
menyayangi ayahnya, sehingga dirinya bagaikan layangan yang putus
benangnya.
Beliau adalah Alwi bin Ali bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syekh bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad Ash-Shoghir bin Alwy bin Abu Bakar Al-Habsy bin Ali-Al-Faqih bin Ahmad bin Muhammad Assadullah bin Hasan At-Turabi bin Ali bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqadam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali Qasam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba’Alawy bin Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husein As-Sibthi bin Amirul mukminin Ali Abi Thalib ibin Sayidatina Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW
Hababah
Khadijah, kakak sulungnya, yang terpaut 20 tahun, merasakan kesedihan
adiknya yang telah diasuhnya sejak kecil. Daripada hidup resah dan
gelisah, oleh putrid Habib Ali Al-Habsyi, Habib Alwi disarankan untuk
berwisata hati ke Jawa, menemui kakaknya yang lain, Habib Ahmad bin Ali
Al-Habsyi di Betawi.
Habib
Alwi pergi ke Jawa ditemani Salmin Douman, antri senior Habib Ali
Al-Habsyi, sekaligus sebagai pengawal. Beliau meninggalkan istri yang
masih mengandung di Seiyun, yang tak lama kemudian melahirkan, dan
anaknya diberi nama Ahmad bin Alwi Al-Habsyi.
Kabar
kedatangan Habib Alwi telah menyebar di Jawa, karena itulah banyak
murid ayahnya ( Habib Ali Al-Habsyi ) di Jawa menyambutnya, dan menanti
kedatangannya di kota masing-masing.
Pertama
kali Habib Alwi tinggal di Betawi beberapa saat. Kemudian beliau ke
Garut, Jawa Barat, menikah lagi. Dari wanita ini lahir Habib Anis dan
dua adik perempuan. Lalu, beliau pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Disana
beliau menikah lagi, dianugerahi banyak anak, dan yang sekarang masih
hidup adalah Habib Abdullah dan Fathimah.
Selanjutnya
beliau pindah lagi ke Jatiwangi, Jawa Barat, dan menikah lagi dengan
wanita setempat. Dari perkawinan itu, beliau memilki enam anak, tiga
lelaki dan tiga perempuan. Di antaranya adalah Habib Ali bin Alwi
Al-Habsyi serta Habib Fadhil bin Alwi yang meninggal pada akhir Agustus
2006.
Akhirnya,
Habib Alwi pindah ke Solo, Jawa Tengah. Pertama kali, Habib Alwi
sekeluarga tinggal di Kampung Gading, di tempat seorang raden dari
Kasunan Surakarta. Kemudian beliau mendapatkan tanah wakaf dari Habib
Muhammad Al-Aydrus ( kakek Habib Musthafa bin Abdullah Al-Aydrus,
Pemimpim Majlis Dzikir Ratib Syamsisy Syumus ), seorang juragan tenun
dari kota Solo, di Kampung Gurawan.
Wakaf
itu dengan ketentuan : didirikan masjid, rumah, dan halaman di antara
masjid dan rumah. Masjid tersebut didirikan pada tahun 1354 H / 1934 M.
Habib Ja'far Syaikhan Assegaf mencatat tahun selesainya pembangunan
Masjid Riyadh itu dengan sebuah ayat 14 surah Shaf ( 61 ) di dalam
al-Qur'an, yang huruf-hurufnya berjumlah 1354. ayat tyersebut, menurut
Habib Ja'far yang meninggal di Pasuruan 1374 H / 1954 M ini, sebagai
pertanda bahwa Habib Alwi akan terkenal dan menjadi khalifah pengganti
ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Sementara
rumah di Gurawan No.6 itu lebih dahulu berdiri dan halaman yang ada
kini disambung dengan masjid dan rumah menjadi ruang Zawiyah ( pesantren
) dan sering digunakan untuk kegiatan haul, Maulid, dan berbagai
kegiatan keagamaan lainnya. Struktur ruang Zawiyah ini seperti Raudhah,
taman surga di dinia, yaitu ruang antara kamar Nabi saw dan masjid
Nabawi. Sekarang bangunan bertambah dengan bangunan empat lantai yang
menghdap ke Jln. Kapten Mulyadi 228, yang oleh sementara kalangan
disebut Gedung Al-Habsyi.
Tentang rumah Habib Alwi di Solo, Syekh Umar bin Ahmad Baraja', seorang giru di Gresik, pernah berujar, rumahnya di Solo seakan Ka'bah, yang dikinjungi banyak orang dari berbagai daerah. Ucapan ulama ini benar. Sekarang, setiap hari rumah dan masjidnya dikinjungi para habib dan muhibbin dari berbagai kota untuk tabarukan atau mengaji.
Habib
Alwi telah memantapkan kemaqamannya di Solo. Masjid Riyadh dan
Zawiyahnya semakin ramai dikunjungi orang. Beliau tidak saja mengajar
dan menyelemggarakan kegiatan keagamaan sebagaimana dulu ayahnya di
Seiyun, Hadramaut. Namun beliau juga memberikan terapi jiwa kepada
orang-orang yang hatinya mendapat penyakit.
Ketika
di Surabaya, bertempat di rumah Salim bin Ubaid, diceritakan Habib Alwi
didatangi seseorang dari keluarga Chaneman, yang mengeluhkan keadaan
penyakit ayahnya dan minta doa' dari Habib Alwi. Beliau mendoa'kan dan
menganjurkannya untuk memakai cincin yang terbuat dari tanduk kanan
kerbau yang berkulit merah. "Insya Allah. Penyakitmu akan sembuh."
Katanya waktu itu.
Tahun
1952, Habib Alwi melawat ke kota-kota di Jawa Timur. Kunjungannya
disertai Sayyid Muhammad bin Abdullah Al-Aydrus, Habib Abdul Qadir bin
Umar Mulchela ( ayah Habib Husein Mulachela ), Syekh Hadi bin Muhammad
Makarim, Ahmad bin Abdul Deqil dan Habib Abdul Qadir bin Husein Assegaf (
ayah Habib tayfiq Assegaf, Pasuruan ), yang kemudian mencatatnya dalam
sebuah buku yang diterjemahkan Habib Novel bin Muhammad Al-Aydrus
berjudul Menjemput Amanah.
Perjalanan
rombongan Habib Alwi ke Jawa Timur itu berangkat tahun 1952. tujuan
utama perjalanan tersebut adalah mengunjungi Habib Abu Bakar bin
Muhammad Assegaf ( 1285-1376 H / 1865-1956 M ) di Gresik. Namun beliau
juga bertemu Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad ( 1303-1376 H /
1883-1956 M ) di Jombang, Habib Ja'far bin Syeikhan ( 1289-1374 H /
1878-1954 M ) di Pasuruan dan ulama lainnya.
Setahun
setelah kepergiannya ke Jawa Timur, pada tahun 1953 Habib Alwi pergi ke
kota Palembang untuk menghadiri pernikahan kerabatnya. Namun, di kota
itu, beliau menderita sakit beberapa saat. Seperti tahu bahwa saat
kematiannya semakin dekat, beliau memanggil Habib Anis, anak lelaki
tertua yang berada di Solo. Dalam pertemuan itu beliau menyerahkan
jubahnya dan berwasiat untuk meneruskan kepemimpinannya di Masjid dan
Zawiyah Riyadh di Solo. Habib Anis, yang kala itu berusia 23 tahun, dan
baru berputra satu orang, yaitu Habib Husein, harus mengikuti amanah
ayahnya.
"Sebetulnya
waktu itu Habib Anis belum siap untuk menggantikan peran ayahnya.
Tetapi karena menjunjung amanah, wasiat itu diterimanya. Jadi dia adalah
anak muda yang berpakaian tua." Tutur Habib Ali Al-Habsyi, adik Habib
Anis dari lain ibu.
Akhirnya
Habib Alwi meninggal pada bulan Rabi'ul awal 1373 H / 27 November 1953.
pihak keluarga membuka tas-tas yang dibawa oleh Habib Alwi ketika
berangkat ke Palembang. Ternyata satu koper ketika dibuka berisi
peralatan merawat mayat, seperti kain mori, wangi-wangian, abun dan
lainnya. Agaknya Habib Alwi telah diberi tanda oleh Allah swt bahwa
akhir hidupnya sudah semakin dekat.
Namun
ada masalah dengan soal pemakaman, Habib Alwi berwasiat supaya
dimakamkan di sebelah selatan Masjid Riyadh Solo.sedang waktu itu tidak
ada penerbangan komersil dari Palembang ke Solo. Karena itulah, pihak
keluarga menghubungi AURI untuk memberikan fasilitas penerbangan pesawat
buat membawa jenazah Habib Alwi ke Solo. Ternyata banyak murid Habib
Alwi yang bertugas di Angkatan Udara, sehingga beliau mendapatkan
fasilitas angkutan udara. Karena itu jenazah disholatkan di tiga tempat :
Palembang, Jakarta dan Solo.
Ada
peristiwa unik yang mungkin baru pertama kali di Indonesia, bahkan di
Dunia. Para kerabat dan Kru pesawat terbang AURI membacakan Tahlil di
udara.
Masalah
lain timbul lagi. Pada tahun itu, sulit mendapatkan izin memakamkan
seseorang di lahan pribadi, seperti halaman Masjid Riyadh. Namun berkat
kegigihan Yuslam Badres, yang kala itu menjadi anggota DPRD kota Solo,
izin pun bisa didapat, khusus dari gubernur Jawa tengah, sehingga
jenazah Habib Alwi dikubur di selatan Masjid Riyadh.
Makamnya sekarang banyak di ziarahi para Habib dan Muhibbin yang datang dari berbagai kota. Beliau dikenang serbagai ulama yang penuh teladan, tangannya tidak lepas dari tasbih, juga dikenal sangat menghormati tamu yang datang kepadanya. Habib Alwi pin tidak pernah disusahkan oleh harta benda. Meski tidak kaya, ketika mengadakan acara haul atau Maulidan, ada saja uang yang didapatnya. Allah swt telah mencukupi rezekinya dari tempat yang tidak terduga.
Al-Kisah No.23 / Tahun IV / 6-19 November 2006
Posting Komentar untuk "Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi (Solo)"