Penjelasan Tentang Puasa Setelah Tanggal 15 Bulan Sya'ban
Apakah pada tanggal 16 Sya’ban dan seterusnya masih dianjurkan untuk berpuasa?
Terkait persoalan ini, ulama berbeda pendapat karena ada satu hadits yang melarang puasa setelah nishfu Sya’ban, dan dalam riwayat Imam Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadlan. Syekh Wahbab Az-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:
“Ulama madzhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nishfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati nishfu Sya’ban, janganlah kalian puasa’. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama madzhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dlaif.”
Banyak ulama yang melarang berpuasa setelah nishfu Sya'ban, karena dianggap sebagai hari Syak (ragu) sebab bulan Rmadan akan tiba. Hal ini karena dikhawatirkan orang yang puasa setelah nisfu Sya'ban tidak sadar ketika bulan Ramadlan telah tiba.
Ada pula ulama yang mengatakan, puasa setelah nishfu Sya'ban dilarang agar umat muslim dapat menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk berpuasa di bulan Ramadlan. Meskipun demikian, ulama dari madzhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa senin dan kamis, puasa ayyamul bidl, puasa nadzar, puasa qadla, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.
Sementara menurut ulama lain, khususnya selain madzhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi haditsnya yang bermasalah.
Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfhu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadlan.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:
“Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nishfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadits larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadits tersebut munkar”.
Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah nisfu Sya’ban, karena mereka berbeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadis larangan puasa setelah nishfu Sya’ban.
Akan tetapi, pada sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa senin kamis, puasa daud, puasa dahar, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadla puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa nisfu Sya’ban.
Terkait persoalan ini, ulama berbeda pendapat karena ada satu hadits yang melarang puasa setelah nishfu Sya’ban, dan dalam riwayat Imam Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadlan. Syekh Wahbab Az-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:
قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد
Banyak ulama yang melarang berpuasa setelah nishfu Sya'ban, karena dianggap sebagai hari Syak (ragu) sebab bulan Rmadan akan tiba. Hal ini karena dikhawatirkan orang yang puasa setelah nisfu Sya'ban tidak sadar ketika bulan Ramadlan telah tiba.
Ada pula ulama yang mengatakan, puasa setelah nishfu Sya'ban dilarang agar umat muslim dapat menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk berpuasa di bulan Ramadlan. Meskipun demikian, ulama dari madzhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa senin dan kamis, puasa ayyamul bidl, puasa nadzar, puasa qadla, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.
Sementara menurut ulama lain, khususnya selain madzhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi haditsnya yang bermasalah.
Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfhu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadlan.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:
وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر
Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah nisfu Sya’ban, karena mereka berbeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadis larangan puasa setelah nishfu Sya’ban.
Akan tetapi, pada sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa senin kamis, puasa daud, puasa dahar, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadla puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa nisfu Sya’ban.
Posting Komentar untuk "Penjelasan Tentang Puasa Setelah Tanggal 15 Bulan Sya'ban"