Kisah Habib Mundzir Mencium Tangan Preman Tanjung Priok
Dikisahkan oleh Habib Mundzir di suatu daerah Tanjung Priuk Jakarta Utara tempat yang sangat rawan dengan kriminal, pernah ada seorang preman yang hobinya mabuk, sering menyiksa bahkan tak segan-segan membunuh orang. Ia adalah bos preman yang konon kebal dan menguasai ilmu-ilmu kejahatan.
Suatu ketika ada pemuda sekitar wilayah tersebut ingin mengadakan majelis, namun takut pada preman kejam itu. Lantas ia mengadu pada Habib Mundzir.
Habib Mundzir mendatangi rumahnya, lalu mengucapkan salam, tapi ia tidak menjawab. Ia hanya mendelik dengan bengis sambil melihat Habib Mundzir dari atas kebawah, seraya berkata, “Mau apa kamu!” lalu Habib Mundzir mengulurkan tangan dan kemudian Habib Mundzir mencium tangan Si Preman, seraya memandang wajah preman tersebut dengan lembut dan penuh keramahan.
Habib memulai pembicaraan dengan suara rendah dan lembut, “Saya mau mewakili pemuda dsini, untuk mohon restu dan izin pada Bapak, agar mereka diizinkan membuat Majlis di Musholla dekat sini.” Mendengar ucapan Habib Munzir tiba-tiba Ia terdiam ia roboh terduduk di kursinya dan menunduk. Ia menutup kedua matanya
Saat ia mengangkat kepalanya Habib Mundzir tersentak, beliau mengira preman tersebut akan menghardik dan mengusir beliau, ternyata wajah preman tersebut memerah dan matanya sudah penuh dengan air mata yang banyak.
Ia tersedu sedu berkata, “Seumur hidup saya belum pernah ada ustadz datang ke rumah saya! Lalu kini, Pak Ustadz datang kerumah saya, mencium tangan saya? tangan ini belum pernah dicium siapapun!. Bahkan anak-anak sayapun jijik dan tak pernah mencium tangan saya, semua tamu saya adalah penjahat, mengadukan musuhnya untuk dibantai, menghamburkan uangnya pada saya agar saya berbuat jahat. Lalu kini datang tamu minta izin pengajian pada saya. Saya ini bajingan? Kenapa minta izin pengajian suci pada bajingan seperti saya!.”
Lalu Ia menciumi tangan dan kaki Habib Mundzir sambil menangis, sejak saat itu ia bertobat, ia shalat, ia meninggalkan minuman keras dan segala macam bentuk kriminal.
Mereka kira Habib Mundzir adalah jagoan yang mengalahkan preman dengan ilmu, padahal hanya kelembutan Nabi Muhammad SAW yang Habib Mundzir gunakan.
Suatu ketika ada pemuda sekitar wilayah tersebut ingin mengadakan majelis, namun takut pada preman kejam itu. Lantas ia mengadu pada Habib Mundzir.
Habib Mundzir mendatangi rumahnya, lalu mengucapkan salam, tapi ia tidak menjawab. Ia hanya mendelik dengan bengis sambil melihat Habib Mundzir dari atas kebawah, seraya berkata, “Mau apa kamu!” lalu Habib Mundzir mengulurkan tangan dan kemudian Habib Mundzir mencium tangan Si Preman, seraya memandang wajah preman tersebut dengan lembut dan penuh keramahan.
Habib memulai pembicaraan dengan suara rendah dan lembut, “Saya mau mewakili pemuda dsini, untuk mohon restu dan izin pada Bapak, agar mereka diizinkan membuat Majlis di Musholla dekat sini.” Mendengar ucapan Habib Munzir tiba-tiba Ia terdiam ia roboh terduduk di kursinya dan menunduk. Ia menutup kedua matanya
Saat ia mengangkat kepalanya Habib Mundzir tersentak, beliau mengira preman tersebut akan menghardik dan mengusir beliau, ternyata wajah preman tersebut memerah dan matanya sudah penuh dengan air mata yang banyak.
Ia tersedu sedu berkata, “Seumur hidup saya belum pernah ada ustadz datang ke rumah saya! Lalu kini, Pak Ustadz datang kerumah saya, mencium tangan saya? tangan ini belum pernah dicium siapapun!. Bahkan anak-anak sayapun jijik dan tak pernah mencium tangan saya, semua tamu saya adalah penjahat, mengadukan musuhnya untuk dibantai, menghamburkan uangnya pada saya agar saya berbuat jahat. Lalu kini datang tamu minta izin pengajian pada saya. Saya ini bajingan? Kenapa minta izin pengajian suci pada bajingan seperti saya!.”
Lalu Ia menciumi tangan dan kaki Habib Mundzir sambil menangis, sejak saat itu ia bertobat, ia shalat, ia meninggalkan minuman keras dan segala macam bentuk kriminal.
Mereka kira Habib Mundzir adalah jagoan yang mengalahkan preman dengan ilmu, padahal hanya kelembutan Nabi Muhammad SAW yang Habib Mundzir gunakan.
Posting Komentar untuk "Kisah Habib Mundzir Mencium Tangan Preman Tanjung Priok"